Rabu, 21 Januari 2015

HAKIKAT, TUJUAN, DAN FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM

HAKIKAT, TUJUAN, DAN FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Filsafat Pendidikan Islam



Dosen Pengampu: Dr. Sembdo Ardi Widodo, MA





Oleh:

Tri Pariyatun, S.Pd.I
1420411160
PAI-D (Mandiri)





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam, dasarnya adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dari kedua sumber tersebut, para intelektual muslim kemudian mengembangkannya dan mengklasifikannya kedalam dua bagian yaitu: Pertama, akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan; kedua, adalah syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata. Oleh karena pendidikan termasuk amal nyata, maka pendidikan tercakup dalam bidang syariah. Bila diklasifikasikan lebih lanjut, termasuk dalam sub bidang muamalah.
Hal tersebut menggariskan prinsip-prinsip dasar materi pendidikan Islam yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Sebagai bantahan pendapat yang meragukan terhadap adanya aspek pendidikan dalam Al-Qur’an, Abdul Rahman Saleh Abdullah mengemukakan bahwa kata Tarbiyah yang berasal dari kata “Rabb”(mendidik dan memelihara) banyak terdapat dalam Al-Qur’an; demikian pula kata “Ilm” yang demikian banyak dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’an tidak mengabaikan konsep-konsep yang menunjukkan kepada  pendidikan.
Hadis juga banyak memberikan dasar-dasar bagi pendidikan  Islam. Hadis sebagai pernyataan, pengalaman, takrir dan hal ihwal Nabi Muhammad saw., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an. Di samping Al-Qur’an dan hadis sebagai sumber atau dasar pendidikan Islam, tentu saja masih memberikan penafsiran dan penjabaran lebih lanjut terhadap Al-Qur’an dan hadis, berupa ijma’, qiyas, ijtihad, istihsan dan sebagainya yang sering pula dianggap sebagai dasar pendidikan Islam. Akan tetapi, kita konsekuen bahwa dasar adalah tempat berpijak yang paling mendasar, maka dasar pendidikan Islam hanyalah Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw.
B.     Rumuan Masalah
1.      Apa hakikat pendidikan Islam?
2.      Apa tujuan pendidikan Islam?
3.      Apa fungsi  pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Haikat Pendidikan Islam
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.[1]
Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.[2]
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbuyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari keriga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padalah kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.[3]
Kedatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi tersendiri dari beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.

1.      Tarbiyah
Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari kata rabb. Walaupun kata ini memiliki arti, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.[4]
Dari segi etimologis, tiga asal kata tarbiyah yakni, raba, rabiya, dan rabba, kata tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni (1) al-nama yang berarti bertambah, berkembang, dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang dari nilai-nilai Islam, (3) tawalla amrahu yang berarti mengurus perkara pembelajaran, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) ra’ahu yang berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiyatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuannya merupakan aktivitas pendidikan.[5]
Menurut Syekh Ali, kata rabba memiliki arti yang banyak yakni merawat, mendidik, memimpin, mengumpulkan, menjaga, memperbaiki, mengembangkan, dan sebagainya. Daim menyimpulkan bahwa makna tarbiyah adalah merawat dan memperhatikan pertumbuhan anak, sehingga anak tersebut tumbuh dengan sempurna sebagaimana yang lainnya, yaitu sebuah kesempurnaan dalam setiap dimensi dirinya, badan (kinestetik), roh, akal, kehendak, dan lain sebagainya.[6]
Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu:[7]
1.      Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh)
2.      Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan
3.      Mengarahkan seluruh fitrfah menuju kesempurnaan
4.      Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkas bahwa prinsip-prinsip dasar pengertian tarbiyah dalam Islam adalah:[8] pertama, bahwa murabbi (pendidik) yang sebenarnya hanyalah Allah, karena Dia Pencipta fitrah, potensi kekuatan dan kelemahan, dan paling tahu tentang hakikat manusia itu sendiri, karenanya perlu dipelajari terus menerus siapa sebenarnya manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan. Kedua, penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua dimensi manusia baik materi, seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal, hati, kehendak, kemauan adalah tanggung jawab manusia sebagai konsekwensi menjalankan fungsinya sebagai hamba Tuhan dan sebagai fungsi khalifah. Ketiga, dalam proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai dan dasarnya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang digariskan-Nya. Keempat, setiap aktivitas tarbiyah mengarah kepada penumbuhan, perbaikan, kepemimpinan, atau penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik aktivitas itu direkayasa atau secara nattural. Kelima, tarbiyah yang direkayasa mengharuskan adanya rencana yang teratur, sistematis, bertahap, berkelanjutan dan fleksibel. Keenam, bahwa yang menjadi subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah adalah manusia. Ketujuh, bahwa kata tarbiyah tida terbatas pengetiannya sebagai sekedar transfer ilmu, budaya, tradisi, dan nilai tetapi juga pembentukan kepribadian (transformatif) yang dilakukan secara bertahap.
2.      Taklim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib. Rasyid Ridha mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[9]
Jalal memberikan alasan bahwa proses taklim lebih umum dibandingkan dengan proses tarbiyah:[10]
Pertama, ketika mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya
Kedua, kata taklim tidak berhenti hanya kepada pencapaian pengetahuan berdasarkan prasangka atau yang lahir dari taklid semata-mata, ataupun pengetahuan yang lahir dari dongengan hayalan dan syahwat atau cerita-cerita dusta.
Ketiga, kata taklim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.
Dengan demikian kata taklim menurut Jalal mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dan berlangsung sepanjang hayat serta tidak terbatas pada masa bayi dan kanak-kanak, tetapi juga orang dewasa. Sementara itu Abrasyi, menjelaskan kata taklim hanya merupakan bagian dari tarbiyah karena hanya menyangkut domain kognitif. Al-Attas menganggap kata taklim lebih dekat kepada pengajaran atau pengalihan ilmu dari guru kepada pembelajaran, bahkan jangkauan aspek kognitif tidak memberikan porsi pengenalan secara mendasar.[11]
3.      Takdib
Attas menawarkan satu istilah lain yang menggambarkan pendidikan Islam, dalam keseluruhan esensinya yang fundamental yakni kata takdib. Istilah ini mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (taklim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Istilah takdib dapat mencakup beberapa aspek yang menjadi hakikat pendidikan yang saling berkait, seperti ‘ilm (ilmu), ‘adl (keadilan), hikmah (kebajikan), ‘aml (tindakan), haqq (kebenaran), natq (nalar) nafs (jiwa), qalb (hati), ‘aql (akal), maratib dan derajat (tatanan hirarkis), ayah (simbol), dan adb (adab). Dengan mengacu pada kata adb dan kaitan-kaitanya seperti di atas, definisi pendidikan bagi al-Attas adalah:[12]
Sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.
Makna al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.[13]
B.     Tujuan Pendidikan Islam
Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dibolehkan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan.
Secara Terminologis, Tujuan adalah arah, haluan, jurusan, maksud. Atau tujuan  adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Atau menurut Zakiah Darajat, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.[14] Karena itu tujuan pendidikan Islam adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.[15]
Secara Epistemologis, Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip-prinsip dasarnya. Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya, sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya.[16]
Secara Ontologis : Dalam Islam, hakikat manusia adalah makhluq ciptaan Allah. Sedangkan menurut tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Sebagaimana dalam firman Allah SWT.[17]
Sebagai bagian dari komponen kegiatan pendidikan, keberadaan rumusan tujuan pendidikan memegang peranan sangat penting. Karena memang tujuan berfungsi mengarahkan aktivitas, mendorong untuk bekerja, memberi nilai dan membantu mencapai keberhasilan.[18] Pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai islami yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis.[19] Sedangkan Anwar Jundi menjelaskan di dalam konsep Islam, tujuan pertama dan pokok dari pendidikan ialah terbentuknya manusia yang berpribadi muslim.[20]
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Karena tanpa pendidikan itu sendiri kita akan terjajah oleh adanya kemajuan saat ini, karena semakin lama semakin ketat pula persaingan dan semakin lama juga mutu pendidikan akan semakin maju.[21]
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra, karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun seluruh umat manusia.[22]
Tujuan pendidikan ialah perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelahmengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehdupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu ituhidup. Sedangkan menurut Omar Muhammad Attoumy Asy- Syaebani tujuan pendidikan islam memiliki empat ciri pokok :[23]
1.      Sifat yang bercorak agama dan akhlak.
2.      Sifat kemenyeluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar atausubyek didik, dan semua aspek perkambangan dalam masyrakat.
3.      Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara unsur-unsur dan cara pelaksanaanya
4.      Sifat realistis dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan yangdikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan, memperhitungkan perbedaan-perbedaan  perseorangan  diantara  individu, masyarakat dankebudayaan di mana-mana dan kesanggupanya untuk berubah dan berkembanng bila diperlukan
Pendidikan Islam bertugas di samping menginternalisasikan (menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai islami, juga mengembangkan anak didik agar mampu melakukan pengamalan nilai-nilai itu secara dinamis dan fleksibel dalam batas-batas konfigurasi idealitas wahyu Tuhan. Hal ini berarti Pendidikan Islam secara optimal harus mampu mendidik anak didik agar memiliki “kedewasaan atau kematangan” dalam beriman, bertaqwa, dan mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh, sehingga menjadi pemikir yang sekaligus pengamal ajaran Islam, yang dialogis terhadap perkembangan kemajuan zaman. Dengan kata lain, Pendidikan Islam harus mampu menciptakan para “mujtahid” baru dalam bidang kehidupan duniawi-ukhrawi yang berkesinambungan secara interaktif tanpa pengkotakan antara kedua bidang itu.[24]
Menurut H.M.Arifin tujuan pendidikan islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkanajaran Islam secara bertahap. Prof. H. M. Arifin, M. Ed menjabarkan tujuan pendidikan yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan manusia selaku “Khalifah” dimuka bumi yaitu sebagai berikut:
1.      Menanamkan sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan Tuhannya.
2.      Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan masyarakatnya.
3.      Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan hidupnya, dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan ubudiahnya kepadanya, dengan dilandasi sikap hubungan yang harmonis.
Tujuan pendidikan menurut Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Dr. Zakiyah Daradjat ada empat macam, yaitu:[25]
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan, seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk Insan Kamil dengan polatakwa kepada Allah swt harus dapat tergambar dalam pribadi seseorang yang sudah terdidik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah.
2.      Tujuan Akhir
Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan, dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.
Tujuan pendidikan adalah pengembangan akal dan akhlak yang dalam akhirnya dipakai untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 : “Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”. Dan tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dari firman Allah SWT yang artinya : ”Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim berserah diri kepada Allah.” (Q.S. Ali Imran: 102). Jadi insan kamil yang mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah inilah merupakan tujuan  akhir dari pendidikan Islam.[26]
3.      Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk Insan Kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik.

4.      Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.
Bila dilihat dari segi filosofis, maka tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:[27]
1.      Tujuan teoritis yang bersasaran pada pemberian kemampuan teoritis kepada anak didik.
2.      Tujuan praktis yang mempunyai sasaran pada pemberian kemampuan praktis kepada anak didik.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, memaparkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atats 5 sasaran, yaitu:[28]
1.      Membentuk akhlak mulia
2.      Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat
3.      Mempersiapkan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya
4.      Menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik
5.      Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil
Oleh karena itu, tujuan akhir pendidikan Islam berada di dalam garis yang sama dengan misi tersebut, yaitu membentuk kemampuan dan bakat manusia agar mampu menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan yang penuh rahmat dan berkat Allah di seluruh penjuru alam ini. Hal ini berarti bahwa potensi rahmat dan berkat Allah tersebut tidak akan terwujut nyata, bilamana tidak diaktualisasikan melalui ikhtiar yang bersifat kependidikan secara terarah dan tepat.[29]
Jika pendidikan umum hanya ingin mencapai kehidupan duniawi yang sejahtera baik dalam dimensi bernegara maupun bermasyarakat maka Pendidikan Islam bercita-cita lebih jauh yang bernilai transendental, bukan insindetal atau aksidental di dunia, yaitu kebahagiaan hidup setelah mati. Jadi nilai-nilai yang hendak diwujudkan oleh pendidikan Islam adalah berdimensi transendetal (melampaui wawsan hidup duniawi) sampai ke ukhrawi dengan meletakkan cita-cita yang mengandung dimensi nilai duniawi sebagai sarananya. Oleh karena itu, pendidikan merupakan sarana atau alat untuk merealisasikan tujuan hidup orang muslim secara universal maka tujuan pendidikan Islam di seluruh dunia harus sama bagi semua umat Islam, yang berbeda hanyalah sistem dan metodenya.[30]
C.    Fungsi Pendidikan Islam
Fungsi pendidikan islam secara mikro sudah jelas yaitu memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insan yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma islam. Atau dengan istilah lazim digunakan yaitu menuju kepribadian muslim. Lebih lanjut secara makro, fungsi pendidikan islam dapat ditinjau dari feomena yang muncul dalam perkambangan peradaban manusia, dengan asumsi bahwa peradaban manusia senantiasa tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.
Fenomena tersebut dapat kita telusuri melalui kajian antropologi budaya dan sosiologi yang menunjukan bahwa peradaban masyarakat manusia dari masa ke masa semakin berkembang maju; dan kemajuan itu diperoleh melalui interaksi komunikasi sosialnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ditinjau dari segi antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan ialah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusisa di alam sekitarnya, sehingga dengan demikian dimungkinkan tumbuhnya kreatifitas yang dapat membangun dirinya dan lingkungannya. Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam yang ditulis oleh Abdul Halim, fungsi pendidikan dilihat secara operasional adalah:[31]
1.      Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat nasioanal
2.      Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.
Menurut pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya, sehinggamati dalam keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan faham-faham yang selain Islam.[32]
Betapa pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran di dalam menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain, pendidikan dan pengaajaran juga berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi/ kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi pergaulan hidup di sekelilingnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.[33]










BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Untuk mengungkapkan hakikat pendidikan Islam, kata tarbiyah dipilih untuk menunjuk pendidikan Islam karena beberapa pertimbangan.
1.      Terma tarbiyah dapat diperluas makna semantiknya.
2.      Terma tarbiyah lebih umum dapat diterima oleh masyarakat muslim di Indonesia
3.      Istilah tarbiyah lebih umum diterima dalam situasi lokal tertentu dari pada terma taklim dan takdib.
Tujuan pendidikan Islam terdiri atats 5 sasaran, yaitu:
1.      Membentuk akhlak mulia
2.      Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat
3.      Mempersiapkan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya
4.      Menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik
5.      Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil
Sedangkan fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya, sehinggamati dalam keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan faham-faham yang selain Islam.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), Jakarta: GAYA MEDIA PRATAMA, 2005
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007), hlm. 68
Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Griya Santri, 2010.
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falafah Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera, 2010.
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. Ke-5 (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hlm. 133.
Samsul nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan, Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002.
https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015, pukul 13.20 WIB
http://mcdens13.wordpress.com/2013/05/14/hakekat-tujuan-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015 pukul 13.37 WIB.
http://www.academia.edu/5585325/PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM_SEBAGAI_SUB_sistem_pend, diakses pada tanggal 5 Januari 2015, pukul 12.31 WIB.






[1] https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015, pukul 13.20 WIB
[2] https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015, pukul 13.20 WIB
[3] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: CIPUTAT PERS, 2002). hlm. 25
[4] Ibid., hlm. 25
[5] Maragustam, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam) (Yogyakarta: Nuha Litera, 2010), hlm. 22
[6] Ibid., hlm. 22
[7] Samsul Nizar, Filsafat..., hlm. 26
[8] Maragustam, Mencetak..., hlm. 23
[9] Samsul Nizar, Filsafat..., hlm. 27
[10] Maragustam, Mencetak..., hlm. 25-26
[11] Ibid., hlm. 26
[12] Ibid., hlm. 27
[13] Samsul Nizar, Filsafat..., hlm. 30
[14] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. Ke-5 (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hlm. 133.
[15] Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007), hlm. 68
[16] http://mcdens13.wordpress.com/2013/05/14/hakekat-tujuan-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015 pukul 13.37 WIB.
[17] http://mcdens13.wordpress.com/2013/05/14/hakekat-tujuan-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015 pukul 13.37 WIB
[18] Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Griya Santri, 2010), hlm. 27
[19] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 110.
[20] Mangun Budiyanto, Ilmu..., hlm. 28
[21] https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015, pukul 13.20 WIB
[23]http://www.academia.edu/5585325/PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM_SEBAGAI_SUB_sistem_pend, diakses pada tanggal 5 Januari 2015, pukul 12.31 WIB.
[24] Muzayyin Arifin, Filsafat..., hlm. 111.
[25] https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 5 Januari 2015, pukul 13.20 WIB
[26] Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat...., hlm. 68.
[27] Muzayyin Arifin, Filsafat..., hlm. 116.
[28] Samsul Nizar, Filsafat..., hlm. 37
[29] Muzayyin Arifin, Filsafat..., hlm. 114.
[30] Ibid., hlm. 111.
[31] Samsul Nizar, Filsafat..., hlm. 34
[32] Mangun Budiyanto, Ilmu..., hlm. 107
[33] Ibid., hlm. 108

3 komentar: